Rabu 19 Maret 2025
Breaking News
Senin, 07 Desember 2015

PT Makin Group Diduga Menguasai Lahan Sawit Ilegal

JAKARTA, HR – Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti diminta turun tangan menuntaskan sengketa kelapa sawit antara petani dengan PT Makin Group, yang diduga dibekingi sejumlah oknum anggota Brimob.

Kamarudin Simanjuntak, SH
Kapolri diharapkan bisa bertindak adil untuk menindak anggotanya yang diduga menjadi beking perusahaan perkebunan tersebut.

PT Matahari Kahuripan (Makin Group) adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dimana 16 ribu hektar lahan perkebunan sawit yang digarapnya diduga kuat tidak mengontongi izin alias illegal.

“Penguasaan lahan sawit tanpa izin ini, jelas merugikan keuangan negara, dan ada indikasi korupsi, ” kata Kamarudin Simanjuntak, SH, kuasa hukum Edwin Saprin alias Dewin, salah satu warga yang memiliki lahan kelapa sawit 53 hektar di Kelurahan Sawahan,Kecamatan Mentawa Baru, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Syarat formal untuk mendapatkan izin perkebunan kelapa sawit dari pemerintah, PT Makin Group berkewajiban membangun kebun inti dan plasma. Nah, pemerintah hanya memberi izin seluas 22 ribu hektar untuk kebun inti atau 100% milik perusahaan. Sedangkan kebun plasma adalah lahan adat atau lahan masyarakat bertujuan untuk mensejahterahkan masyarakat setempat.

PT Makin Group pun membentuk koperasi dengan mengajukan sebagian besar anggota koperasi fiktif supaya mendapat izin dari pemerintah untuk membangun kebun plasma.

Setelah mengantongi izin plasma, faktanya, PT Makin Group tidak merawat kebun sawit bersama rakyat. Justru, begitu panen, perusahaan melakukan pemotongan biaya pupuk, perawatan dan gaji pegawai. “Ironisnya, sisa hasil usaha sawit rakyat (plasma), masyarakat hanya menerima berkisar Rp20 ribu hingga Rp100 ribu rupiah per tahun,” jelas Kamaruddin.

Persoalan tidak berhenti sampai disitu. Karena minimnya sisa hasil usaha, masyarakat pun menarik diri dari anggota koperasi. Kemudian, mereka membuka kebun sawit sendiri. Salah satunya adalah Dewin, dia memiliki 53 hektar lahan sawit.

Disinilah awal pemicu konflik masyarakat dengan PT Makin. Pasca mundurnya Dewin dari PT Makin, ia mendapatkan sejumlah tekanan dari sejumlah oknum anggota Brimob yang sengaja ‘disewa’ PT Makin.

Peristiwa ini, sebut Kamaruddin, terjadi saat Dewin memanen dan membawa hasilnya untuk dijual. “Dalam perjalanan klien saya distop, mobilnya ditahan dengan tuduhan mencuri tandan buah sawit (TBS). Padahal, TBS itu dipetik dari lahannya sendiri,” tukas pengacara yang dikenal vokal memperjuangkan keadilan itu.

Persoalan masih berlanjut. Begitu diperiksa, polisi tidak menemukan bukti adanya pencurian TBS. Anehnya, TBS itu justru dibawa ke salah satu rumah oknum polisi, dan bukan dibawa ke kantor polisi sebagai barang bukti, sebagaimana lazimnya prosedur yang benar.

Karena tak terbukti, polisi pun menggeledah isi mobil dan menemukan mandau, sumpit dan tojok. Lalu, polisi pun menahan Dewin dengan alasan memiliki senjata tajam (sajam) tanpa izin. “Padahal, senjata tajam yang disangkakan itu merupakan alat untuk memetik TBS dan menaikkan TBS ke dalam mobil. Ini, kan aneh dan sangat janggal,” ujarnya dengan nada heran.

Kapolda Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Direktur Reserse Umum Polda Kalteng, ketika ditanyakan kemana masyarakat harus mengurus izin senjata tajam (sajam), tidak bisa menjawab. “Aneh, pasal yang dituduhan sajam tanpa izin, sementara masyarakat tidak tahu kemana mengurus izin sajam,” katanya.

Bukan cuma itu. Kamaruddin menyampaikan bahwa PT Makin Group juga kerap melakukan intimidasi dan jebakan kepada masyarakat pada saat panen kelapa sawit. Polisi diminta untuk menggeledah rumah warga yang memiliki TBS, lalu polisi menuduh pemilik rumah memiliki narkoba. “Padahal itu, hanya jebakan,” kata Kamarudin.

Kuasa Hukum PT Makin Group, Saifulah didampingi Legal Corporate Ari ketika ditanya soal adanya dugaaan bahwa perusahaan ini menguasai lahan puluhan ribu hektar tanpa izin, menepisnya. “Saya kira soal itu bukan pada tempatnya. Lain lagi orangnya yang akan menjelaskan hal itu,” katanya.
Ketika ditanyakan lebih lanjut apakan benar anggota Brimob dipekerjakan di PT Makin Group, Saifulah dan Ari tidak menyatakan, “Iya. Kami secara resmi meminta bantuan anggota Brimob untuk menjaga keamanan di area perkebunan, karena sering terjadi pencurian tandan buah sawit di kawasan Makin.”
Saifulah dan Ari membenarkan keterlibatan sejumlah anggota Brimob dipekerjakan di PT Makin, namun keduanya membantah kalau kehadiran sejumlah oknum anggota Brimob itu melakukan penyiksaan terhadap petani kelapa sawit di Kotawaringin, Kalimantan Tengah. “Itu fitnah. “Kami hadir membawa kesejahteraan warga di sana,” kata Saifulah.

Menurut keduanya, banyak warga di sana kerap mengaku-ngaku punya lahan perkebunan kelapa sawit. Faktanya, tidak satu pun mereka memiliki lahan. “Semua lahan yang mereka gunakan adalah milik PT Makin Group,” kata Saifulah.

Sejumlah perkara seperti perkara yang dialami Dewin, kata dia, Makin Group selalu menang dalam setiap perkara. “Tidak ada satu pun warga yang bisa membuktikan bahwa lahan itu milik mereka,” katanya. fer


Suka berita ini ! Silahkan KLIK DISINI.
Masukan email anda untuk berlangganan berita terkini gratis

2 komentar :

  1. Masyarakat Lokal harus selalu hati-hati dengan kedatangan investor, jangan selalu penyesalan muncul dikemudian hari - baca dan pelajari setiap dokumen dan perjanjian sebelum tandatangan - jika tidak mengerti, cari advokat dan konsultan hukum setempat, untuk membantu memahaminya.

    BalasHapus
  2. Masyarakat Lokal harus selalu hati-hati dengan kedatangan investor, jangan selalu penyesalan muncul dikemudian hari - baca dan pelajari setiap dokumen dan perjanjian sebelum tandatangan - jika tidak mengerti, cari advokat dan konsultan hukum setempat, untuk membantu memahaminya.

    BalasHapus

Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.