Breaking News
Rabu, 06 April 2016

‘Rapor Merah’ Kasatker dan Kabalai BPJN IV

JAKARTA, HR – Menteri PUPR, Basoeki Hadimoeljono dan Dirjen Bina Marga Hediyanto W Husaini diminta untuk melakukan cek ricek terhadap hasil evaluasi paket proyek Jalan Akses Dryport Cikarang (MYC) yang dimenangkan atau dikerjakan PT Pembangunan Perumahan dengan penawaran 98,78 persen, atau mendekati nilai HPS, karena hal ini patut dicurigai.

Selain mengevaluasi hasil lelang apakah benar sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan Pokja, juga diminta menindak tegas terhadap anak buah dilingkungan Balai Besar PJN IV (termasukd di Satker/PPK dan Pokja) yang diduga ‘bermain api’ atau meloloskan penetapan pemenang yang mengiurkan itu, dan sangat mencurigakan, apalagi pekerjaan fisik sangat jarang atau tidak lazim penawaran menang diatas 95 persen.

Hal itu ditegaskan Kordinator Pengkaji dan Investigasi LSM ICACI (Independent Commission Against Corruption Indonesia), Reza Setiawan kepada HR di Jakarta, dan oleh karena itu, proyek multiyear ini bila perlu diusut, termasuk kalau memang tidak ada “papan proyek”, tentu hal ini menimbulkan berbagai opini publik dan terkesan kurang transparan.

Proyek berskala nasional yang menyerap dana ratusan miliaran rupiah, sangat disesalkan karena tidak ada papan pemberitahuan (name board) tentang nominal biaya, kalender kerja, volume fisik, nama perusahaan atau kontraktor, dan hal penting lainnya, diduga kuat pelaksana proyek berspekulasi mencari keuntungan besar, dengan cara merahasiakan anggaran.

“Tapi, apakah benar tidak ada papan proyek? Dan bila tidak ada papan proyek, maka sangatlah disesalkan dan wajar jika ada pihak yang menilai seperti proyek siluman,” ujarnya, seraya menegaskan pihak kuasa pengguna anggaran, Satker atau PPK menjelaskan hal tersebut hingga tidak simpang siur pemberitaan dan proyek diatas Rp 100 milair ini juga harus diusut dan meminta Menteri PUPR mengevaluasi dan menindak tegas anak buanya di BBPJN IV dan Satkernya.

Sementara, Ketua LSM Lapan, Gintar Hasugian menilai dalam proses lelangnya, apalagi saat evaluasi hasil prakualfikasi, dimana Pokja BBPJN IV menyebutkan salah satu perusahan BUMN dinyatakan, “masuk daftar hitam”, dan apakah benar masuk daftar blacklist?

Ini juga perlu dipertanyakan dan bila dilihat proses lelangnya juga memakan waktu lama, hingga dinilai ada tarik-ulur sesama pengguna anggaran/PA, kuasa pengguna anggaran dan PPK dan pejabat yang berhubungan dengan proyek Jalan Akses Dryport Cikarang tersebut, ya terkesan ada yang berkepentingan,” sebut Gintar kepada HR (10/3), di Jakarta.

Catatan Harapan Rakyat, pada dua tahun lalu, diduga perusahan PT PP bermasalah bahkan masuk daftar blacklist, yakni terkait proyek yang dinilai gagal mengerjakan proyek pembangunan dinding Penahan Tanah Sungai Siak (Multi year) tahun 2012- 2013, hingga diputus kontrak oleh KPA/PA Pemprov Riau, dan diblacklist mulai 22 Desember 2013, namun di LKPP hingga sampai habis masa daftar hitam tidak detail.

Bila mengacu peraturan LKPP bahwa apabila penyedia barang dan jasa ditetapkan masuk daftar hitam oleh PA/KPA, maka badan usaha tersebut tidak dapat ditunjuk sebagai pemenang tender dalam proses pengadaan barang dan jasa selama dua tahun sejak ditetapkan tanggal blacklist, dan bila dihitung sejak 22 Desember 2013, maka berakhirnya tahun 22 Desember 2015, sementara proses lelang paket Pembangunan Jalan Akses Dryport Cikarang ini baru dimulai 2 Maret 2015 hingga batas akhir sanggah pemenang 27 Juli 2015.

Surat Kabar Harapan Rakyat telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi kepada Kepala Satker SNVT PJN Metropolitan Satu Jakarta, dengan nomor surat: 005/HR/II/2016 tanggal 09 Februari 2016, namun sampai saat ini belum ada jawaban hingga berita ini naik cetak.

Seperti yang sudah dimuat HR sebelumnya (Edisi 506-508), dimana proses lelang di Satker SNVT Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Metropolitan Satu Jakarta, BBPJN IV Ditjen Bina Marga dipertanyakan. Pasalnya, selain pemenang dengan penawaran mendekati HPS juga personil inti dan peralatan sebagian telah dipakai di paket lain pada waktu bersamaan, dan juga “papan proyek” diduga tidak nongol, padahal anggarannya ratusan miliar rupiah.

Berdasarkan tayang LPSE Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dimana proses lelang yang dimulai pertengahan akhir Maret 2015 itu, yakni pada paket Pembangunan Jalan Akses Dryport Cikarang (MYC) dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp110.000.000.000, sedangkan pemenangnya PT Pembangunan Perumahan (PT PP) dengan nilai penawaran Rp108.659.521.000 atau 98,78 persen.

Penetapan pemenang perusahaan plat merah itu diberikan waktu kerja 510 hari sesuai tercantum dalam kontrak dan dimuai 29 Juli 2015 dengan nomor: 04/KTR/PPK 1/SATKER-PJNM-I-J/VII/2015, dimana saat proses lelang pada paket Pembangunan Jalan Akses Dryport Cikarang yang merupakan proyek multi years contract (MYC) atau tahun jamak.

Tender itu, awalnya diikuti 66 peserta dan sampai tahap evaluasi prakualifikasi hanya tiga peserta yang lulus (masuk shortlist), yakni PT Pembangunan Perumahan, PT Nindya Karya dan PT Sumbersari Ciptamarga, yang kemudian ketiga peserta ini masuk tahap selanjutnya dan memasukkan penawaran harga, yakni PT PP Rp108.659.521.000 atau 98,78 persen sebagai pemenang, PT Nindya Karya Rp108.937.300.000 atau 99 persen dan PT Sumbersari Ciptamarga senilai Rp109.002.554.000 atau 99,1 persen, dan walaupun penawar pemenang terendah namun sangat dicurigai karena penawarannya mendekati nilai HPS.

Bahkan, masih dalam proses lelang yang diikuti 66 perusahan tersebut, pada tahap hasil prakualifikasi yakni salah satu peserta dari perusahaan plat merah atau BUMN (PT Hutama Karya) oleh Pokja menyatakan, “Masuk dalam daftar hitam “, padahal ketika HR mengcroscek ke LKPP dan informasi yang didapat tidak ada perusahaan BUMN masuk kategori daftar hitam atau blaclikst, sehingga pertanyaannya dari mana data diperoleh Pokja/satker yang menyatakan salah satu perusahan peserta masuk daftar hitam?

Juga diduga pemenuhan persyaratan didalam dokumen pengadaan oleh pemenang, khususnya persyaratan personil inti untuk GS (General Superintendent) diragukan, pasalnya personil inti telah dipakai pada paket lain (masih dilingkungan Kementerian PUPR-red) dalam waktu bersamaan, dan termasuk peralatan sebagian oleh PT PP ke paket lainnya.

Sesuai data diperoleh HR, PT PP sedangkan mengerjakan paket pada waktu bersamaan yakni di paket Pelebaran Jalan Bts Kota Sibolga - Bts.Kab.Tapsel (MYC WINRIP)/Satker PJNW II Sumut, paket Pembangunan Jalan Tol artasura – Karanganyar Seksi 2 A (APBN-P PA1)/Satker Solo, paket Paket Pekerjaan "Pembangunan Jembantan Holtekamp (MYC)"/ di Papua yang proses lelangnya berdekatan antara bulan maret-april 2015 atau bersamaan dengan lelang paket Pembangunan Jalan Akses Dryport Cikarang, sehingga diduga personil inti dan personil Ahli K3 hingga terdapat over laping?

Padahal ketahui, bahwa personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan, apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil inti dan peralatan yang berbeda, dan apalagi dalam “waktu bersamaan” sangat tidak sesuai aturan didalam Perpres. 70/2012 dan Permen PU : 07/PRT/M/2014 dan perubahannya yang dipakai saat ini yakni Permen PU No. 31/PRT/M/2015 pada Pasal 6d tentang Standard dan pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Begitu pula ketika HR memantau lokasi proyek di sekitar Cikarang, dimana sedang pengerjaan proyek namun tidak ditemukannya atau terpasang “plang papan proyek”. Padalah, papan proyek tersebut adalah sebagai wajib dipasang oleh pemborong dan mengingat di papan proyek tersebut sebagai informasi sumber dana, jenis kegiatan, dan lamanya waktu pelaksanan pekerjaan yang tentu itu bersumber dana APBN dan public pun mengetahuinya sesuai UU No 14/2008 tentang Keterbukan Informasi Publik (KIP). tim


Suka berita ini ! Silahkan KLIK DISINI.
Masukan email anda untuk berlangganan berita terkini gratis

0 komentar :

Posting Komentar

Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.