ARUN Mengecam Segala Bentuk Kekerasan di Rakhine
JAKARTA, HR - Apa pun penyebab dan alasannya tidak dibenarkah sebuah konflik berakibat pada hilangnya rasa kemanusian. Seperti yang terjadi dalam peristiwa Rohingnya mulai dari anak-anak, para wanita dan orang tua menjadi korban kemanusian dalam efek konflik.
“Baik secara sengaja atau tidak disengaja para pelaku dengan menimbulkan korban yang menimpa masyarakat sipil dari etnis Rohingya harus dikecam dan dikutuk. Karena sebuah konflik yang diciptakan dengan segala macam bentuk alasanya memiliki perangkat untuk melemahkan komponen-komponen konflik. Sehingga tidak membabi-buta dan berakibat kepada korban masyarakat,” kata Sekjen ARUN, Bungas T Fernando Duling, di kantor ARUN, Selasa (5/9/2017).
Fernando dengan sapaan Nando menjelaskan, ketika korban lebih banyak terjadi dari warga sipil, maka hal ini tentunya sudah menjadi sasaran dari konflik tersebut dengan maksud-maksud dan tujuan mengganggu stabilitas kawasan, geopolitik Internasional dan “pemberi sinyal” dari konflik global pasca “perang dingin”.
Dan telah banyak sikap yang telah dinyatakan oleh komponen-komponen organisasi dan Instansi Negara baik di kawasan Asia Tenggara, meluas di ASEAN dan belahan-belahan benua lainnya.
“Atas nama kemanusian mengutuk keras kekerasan yang telah terjadi pada warga etnis Rohingya. solidaritas adalah alat yang kuat untuk mengawasi Pemerintahan Myanmar dalam mengatasi konflik yang berdampak kekerasan terencana pada etnis Rohingya,” tegas Nando.
Atas nama kemanusian dan berpegang teguh pada Pembukaan UUD 1945 Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) mengecam segala bentuk kekerasan yang telah terjadi di Rakhine,” tambahnya.
Advokasi Rakyat untuk Nusantara, diutarakan Sekjen ARUN ini, melihat kekerasan terhadap etnis Rohingya yang tertimpa secara mayoritas oleh warga muslim, bukanlah unsur yang tidak disengaja, melainkan ada upaya-upaya “provokasi” untuk menciptakan instabilitas kawasan Asia Tenggara (ASEAN), dimana masyarakat muslim tersebar di Negara-negara anggota ASEAN.
“Maka dengan itu Advokasi Rakyat untuk Nusantara mengingatkan kepada Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Luar Negeri dapat menggalang dengan baik secara peran aktif dengan menjalankan serta mengigatkan kembali Negara-Negara yang hadir dan secara momentual 60 tahun KAA 2015 di Indonesia, dan Bandung dinobatkan sebagai Ibukota KAA dalam masalah kekerasan di Rakhine etnis Rohingya pada kerjasama Negara Selatan-selatan,” tutur Nando.
Menurut Nando dengan Dasasila Bandung sebagai semangat utama. Dan tentunya juga diperkuat dalam penggalangan solidaritas dari para anggota Negara-negara KTT IORA karena baik secara langsung atau tidak langsung konflik di Rakhine tidak terlepas dari konflik “Negara dan korporite” atas nama Jalur Pipa Gas Teluk Benggala- Myanmard – Yunan RRC dan kepentingan sumber energy di Samudra Hindia yang tidak terlepas dari gagasan-gagasan terusan kra.
Begitu pula Advokasi Rakyat untuk Nusantara berpegang teguh dan mengingatkan pada Istansi POLRI dan TNI serta komponen bangsa lainnya ketika secara nasional telah mendeteksi dini situasi yang terkembang hari ini baik secara langsung di dalam negeri maupun secara tidak langsung dari pengaruh luar negeri bahwa ancaman gelobal telah dirumuskan dan dideteksi atas nama anacaman Perang Modern, Perang Asimetris, Proxy War, Perang Strategi, yang bekerja dengan cara “Invesible Hand” sebagai wujud Perang Inkonvensional.
“Dan yang terpenting Advokasi Rakyat untuk Nusantara mengecam segala bentuk upaya memindahkan koflik kekerasan yang terjadi di Rakhine ke Indonesia dengan maksud dan tujuan kekuasaan semata serta pencitraan politik yang berujung pada pelemahan nilai-nilai Pancasila,” pungkasnya. igo
0 komentar :
Posting Komentar
Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.