Breaking News
Senin, 02 Mei 2016

Walikota Jakbar Dukung Pembangunan Tempat Ibadah

JAKARTA, HR – Tempat ibadah, rumah ibadah, tempat peribadatan adalah sebuah tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk beribadah menurut ajaran agama atau kepercayaan mereka masing-masing.

Walikota Jakbar, Anas Efendi
Semangat untuk membangun tempat ibadah, oleh berbagai agama yang ada, memang luar biasa besarnya. Rumah ibadah tidak saja dianggap sebagai tempat menjalankan ritual keagamaan, tetapi rupanya selalu memiliki arti sosial. Arti sosial yang dimaksudkan itu misalnya sebagai lambang identitas, kehormatan, kebesaran, dan bahkan juga kebanggaan.

Dalam Islam, terkait dengan pembangunan tempat ibadah, terdapat sebuah ajaran yang mengatakan bahwa, siapa saja yang membangun Masjid di dunia maka akan dibangunkan oleh Allah rumah di Surga. Ajaran tersebut melahirkan semangat luar biasa bagi banyak orang Islam dalam membuat Masjid atau Mushalla.

Oleh karena itu, pemerintah dalam hal pembangunan tempat ibadah, tidak perlu mendorong para pemeluk agama yang bersangkutan untuk membangun tempat ibadah, justru sebaliknya, kadang sulit mengaturnya. Pemerintah justru dibuat repot harus memberi ijin, agar tidak terjadi benturan di lapangan. Sekalipun tidak mudah ijin itu didapatkan, ternyata selalu datang dari mana-mana. Semangat yang tinggi dari masing-masing agama untuk membangun tempat ibadah, maka menjadikan tempat ibadah selalu bertambah pada setiap tahunnya.

Akhirnya, tempat ibadah ada di mana-mana dengan berbagai ukuran. Tempat ibadah bukan saja dimaknai sebagai tempat menjalankan ritual, melainkan memiliki makna sosial yang lebih luas. Tempat ibadah dianggap sebagai identitas, citra, kehormatan, kebersamaan, kebesaran, dan bahkan juga kebanggaan. Dengan makna seperti itu, maka tempat ibadah kadang dibangun melebihi kebutuhan. Sekalipun jamaáhnya tidak seberapa, tempat ibadah dibangun dengan ukuran besar, anggun, dan indah dengan biaya yang cukup mahal.

Akhirnya di berbagai daerah terdapat tempat ibadah yang juga sekaligus dijadikan sebagai tujuan wisata. Orang mengatakan sebagai wisata spiritual. Selain itu, tempat ibadah juga digunakan sebagai sarana berkompetisi dan atau bersaing. Rupanya orang menjadi bangga, jika tempat ibadah yang dimiliki jauh lebih besar, megah, dan indah dari yang dimiliki oleh kelompok lainnya.

Maka terjadi suasana berlomba-lomba atau berkompetisi untuk menambah, memperindah, dan memperbesar tempat ibadahnya masing-masing. Kiranya hal seperti ini baik-baik saja untuk memotivasi masyarakat agar lebih mencintai tempat ibadah agamnya.

Terkait pembangunan tempat ibadah, Walikota Jakarta Barat, Anas Efendi patut diberikan apresiasi setinggi-tingginya. Di wilayah kerjanya, Anas Efendi memberikan kebebasan bagi warganya untuk membangun sarana ibadah. Pro kontra yang terjadi di luar Jakarta Barat seakan tidak pernah muncul. Kehidupan masyarakat yang saling menghormati menjadi factor utama keberhasilan Anas Efendi sebagai Walikota Jakarta Barat.

Bagi Anas Efendi, kebebasan memeluk agama dan kepercayaan bagi warganya adalah mutlak menjadi tanggungjawab pemeluk agama tersebut kepada Penciptanya. Walaupun dalam hal mendirikan tempat ibadah harus berpedoman pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 mengenai Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah, hal itu bukan menjadi acuan pokok untuk menghambat warganya beribadah.

Dalam Bab Penyelesaian Perselisihan, Pasal 21, disebutkan:
(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.

(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/wali kota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten/kota.

(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.

Pada Pasal 22 PBM ini turut diatur soal peran Gubernur dalam melakukan pembinaan.

“Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap Bupati/Walikota serta instansi terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.” kornel


Suka berita ini ! Silahkan KLIK DISINI.
Masukan email anda untuk berlangganan berita terkini gratis

0 komentar :

Posting Komentar

Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.