Guru Bukanlah Wali, Tetapi Tenaga Pengajar Yang Dibayar Orang Tua Murid
JAKARTA, HR - Pensehat Hukum Terdakwa Dominggus Maurits, SH, MH dari Lembaga Advokat Dominika mengatakan dalam dupliknya bahwa pernyataan Jaksa Penunut Umum (JPU) Theodora Marpaung dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara yang mangatakan bahwa “saksi Sukarsih adalah wali anak” merupakan hal yang keliru penafsirannya terhadap Pasal 27 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sebab kata “wali” pada tingkat SD disebut sebagai Guru Kelas, sedangkan di SMP dan SMA disebut sebagai wali kelas.
Saksi Sukarsih tidak pernah diberikan orang tuanya sebagai wali orang tua, yang dipercayakan untuk mengurusi keperluan anak korban Pandhu. Sukarsi telah melampaui wewenangnya sebagai tenaga pendidik di sekolah yang telah mengambil alih tanggungjawab orang tua tanpa persetujuan orang tua anak korban Pandhu. Kemudian saksi Sukarsi telah memindahkan sekolah anak korban Pandhu tanpa sepengetahuan orang tua anak korban Pandhu.
Dominggus juga mengatakan keberatan atas penempatan anak korban Pandhu di rumah aman tanpa sepengetahuan dan tanpa persetuan orang tua atau wali dan juga tanpa adanya surat penetaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sebelumnya, Dominggus, SH dalam surat Pledoi yang dibacakan pada persidangan Kamis (13/10/16), pada intinya memohon kepada majelis hakim agar membebaskan kliennya dari segala tututan hukum, sebagaimana dalam dakwaan dan tuntutan JPU Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDR), “Setiap orang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”.
Karena sesuai dengan hasil yang terungkap dipersidangan dari keterangan saksi korban dan terdakwa dipersidangan bahwa terdakwa hanya melakukan cubitan dipaha kanan sekali dan menampar pipi sekali yang tidak mengakibatkan terhalangnya korban dalam melakukan aktifitasnya. Sehingga kesaksian tersebut telah mematahkan dakwaan JPU dalam tuntutan Pasal 44 ayat (1).
“Jikapun hakim menilai bahwa cubitan dan tamparan yang dilakukan terdakwa terhadap anaknya Pandhu maka kami selaku kuasa hukum terdakwa setuju jika terdakwa dijatuhi hukuman sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 44 ayat (4) UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT,” ungkap Dominggus.
Sesuai dengan hasil yang terungakap dipersidangan dari keterangan saksi saksi yang dihadirkan JPU dipersidangan tidaklah bersesuaian. Dimana saksi yang memberikan keterangan dipersidangan tidak melihat dan tidak mengalami sendiri peristiwa perbuatan terdakwa dan kesaksian tersebut sangat bertolak belakang dan tidak ada persesuaian keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain, sehingga tidak dapat di jadikan dasar untuk menghukum terdakwa, ujarnya.
Selain itu kata Dominggus, Terdakwa mengakui terus terang bahwa terdakwa melakukan pencubitan dipaha dan menampar di pipi, namun cubitan itu bukanlah beniat untuk menganiaya atau menyakiti tetapi hanya sebagai teguran dan memberikan peringatan agar korban Pandhu sebagai anak agar tidak mengulangi lagi telat pulang sekolah.
Sedangkan luka dibibir menurut keterangan korban dan terdakwa adalah sakit sariawan mulut, oleh karena itu keterangan saksi tidaklah menjadi bukti yang sah, tambah Dominmggus.
“JPU telah menciptakan suasana yang mencekam dan membuat seolah-olah terdakwa telah melakukan penganiayaan berat yang mengakibatkan anak Pandhu Hans Pranata mengalami siksaan berat yang mengakibatkan ketakutan dan trauma terhadap bapaknya sendiri. Padahal kenyataannya Pandhu sangat merindukan ayahtirinya. Tetapi JPU sengaja menjauhkan Pandhu dari keluarganya dengan melakukan penculikan terhadap Pandhu saat Pandhu menyaksikan pemotongan sapi kurban saat Maulit Nabi. Mana ada orang tua yang tidak pernah memarahi anaknya kalau anaknya nakal? Marah itu adalah bagaian dari bentuk kasih sayang orang tua kepada anak dalam ranggka pencegahan. Tetapi jaksa dalam hal ini mendramatisir perbuatan terdakwa karena kebetulan terdakwa seorang ayah tiri,” ucap Dominggus dalam Pledoinya. thomson g
0 komentar :
Posting Komentar
Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.