Breaking News
Jumat, 28 Oktober 2016

Terdakwa Harris Menyesali Kelalaiannya dan Menyesal Mengenal Pelapor

JAKARTA, HR - Terdakwa Harris Lintar Wijaya (26) sangat menyesal atas kelaiannya telah menggunakan Kartu Kredit Ricky Risman (pelapor) dengan tidak sengaja dan juga sangat menyesalkan dirinya telah mengenal, berteman dan berpartner bisnis dengan seorang pemeras (Ricky) yang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya, hingga tega melaporkan temannya kepolisi. karena terlanjur mempergunakan yang orang yang tidak bersalah.

Hal itu dikatakan Harris Lintar saat diperiksa sebagai terdakwa yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, di Jl. Gajah Mada, No17, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/16).

Dari keterangan terdakwa Harris yang pada intinya mengatakan bahwa penggunaan Kartu kredit senilai Rp4100.000 itu tidak ada unsure kesengajaan. Dan ketika terdakwa menyadari telah mengunakan kartu kredit orang lain maka dia dengan segera mengembalikan uang yang terpakai itu melalui transferan.

Tetapi pelapor (Ricky) tidak pernah menanggapi dan bahkan kontak terhadap terdakwa semua diblok.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Iriene Relanita, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara bertanya kepada terdakwa: Jaksa: “Terdakwa, apakah terdakwa merasa bersalah atas kejadian ini, atau menyesali perbuatan mu?

Tedakwa: “Saya sangat menyesali kejadian ini. Tetapi saya tidak pernah berniat mau mencuri memanfaatkan kartu kredit itu. Saya sangat menyesal telah mengenal Ricky, hingga saya harus mengalami keadaan ini,”.

Jaksa: Ya sudah. Majelis seminggu lagi tuntutan akan dibacakan, tabah Iriene.

Terdakwa Harris Lintar Wijaya didakwa Pasal 363 KUHP. Hasil yang terungkap di persidangan, bahwa terdakwa Harris Lintar Wijaya tidak melakukan pencurian terhadap uang yang berada di Kartu Kredit pelapor Ricky, untuk pembayaran tiket dan voucher penginapan perjalanan Jakarta-Bali, melainkan hanya karena ada niat pelapor Ricky untuk “memiskinkan” terdakwa.

Hal itu terungkap dari kesaksian Andrew Suryadi (27) dihadapan Ketua Majelis Hakim Windarto, SH, dengan Angota Majelis Abd Rosyad, SH dan Slamet Suripto, SH di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (18/10/16).

Hakim: Apakah saksi kenal dengan terdakwa, dan apakah ada hubungan keluarga? Saksi: kenal, tetapi tidak ada hubungan keluarga. Hakim: Disini (BAP) ada keterangan saksi, siapa yang lebih dulu saksi kenal, terdakwa apa saksi pelapor, dan dimana perkenalannya? Saksi: Saya lebih dulu kenal terdakwa dari pelapor. Terdakwalah yang memperkenalkan saya dengan pelapor. Kami bertiga sebagai teman.

Hakim: Sebagai teman, tentu saksi tahu apa yang sedang terjadi antara dua teman ini. Apa yang saksi ketahui dalam kasus ini sehingga terdakwa dihadapkan ke persidangan ini? Saksi: Terdakwa dilaporkan karena menggunakan kartu kredit pelapor (Ricky) dan saya diajak untuk membuat laporan ke Bareskrim Mabes Polri.

Hakim: Saat pelapor mengajak saksi membuat laporan apa yang dikatakan pelapor sehingga saksi ikut menemaninya membuat laporan? Saksi: Dia menunjukkan kepada saya SMS pemberitahuan transaksi di Kartu Kreditnya dari Bank. Tetapi kemudian dia menunjukkan bahwa yang menggunakan kartu kredit itu adalah terdakwa Harris. Dan saudara Ricky Risman juga menunjukan email dan memberitahukan sudah ditransfer uangnya ke rekeningnya dari Harris. Tapi dia bilang ke saya: inilah waktunya yang tepat untuk “memiskinkan” dia.

Hakim: Apa maksudnya memiskinkan itu? Saksi: Saya kurang tahu, saya tidak bertanya lagi apa maksudnya, tapi menurut saya memiskinkan itu niat yang tidak baik. Karena pelapor suka bersikap dan bertindak lain jika keinginannya tidak kita turuti. Tapi dia bilang, inilah jalannya memiskinkan dia. Kita lapor ke polisi.

Hakim: Mengapa ada niat pelapor seperti itu, apakah ada permasalahan dalam bisnis mereka? Saksi: Setahu saya mereka berteman dan bersama mambuka showroom mobil bekas. Tetapi dimana masalahnya, saya kurang tahu persis, sebab jika sepintas dilihat sepertinya tidak ada masalah.

Hakim: Apakah saat saksi diperiksa di Bareskrim menandatangani berkas? Saksi: Tidak. Saya tidak menandatangani dan saya tidak ada tanya jawab, tetapi KTP saya sepertinya dicatat penyidik. Dan saat itu polisi menolak menerima laporan itu setelah dijelaskan duduk persoalannya.

Penasehat Hukum Terdakwa Andri Otavianus, SH, Johanes, SH, Donny Wahyu Tobing, SH dan Andy N. Siltor, SH dari LAW Firm JoAn & Partners mempertegas pertanyaannya tentang “memiskinkan”, dan penolakan laporan. PH: Saudara saksi, kami hanya mau mempertegas bahasa “memiskinkan”, apa sebenarnya maksud dan makna kata “memiskinkan” itu? Saksi: Yah, pengunaan kartu kredit dilapor ke polisi dan laporan itulah jalannya melakukan pemerasan.

PH: Jadi pelapor akan memeras dengan memperalat polisi begitu? Saksi: Ya, bigitulah kira-kira rencananya. Kemudian Penasehat hukum kembali bertanya terkait laporan yang sempat ditolak. PH: Apa reaksi pelapor saat laporannya ditolak? Saksi: Yaah, dia (Ricky) mengancam melaporkan polisi itu ke propam. PH: Setelah saat itu ditolak, apalagi yang dilakukan pelapor? Saksi: Dia ketemu seseorang dan menceritakan kronologi kejadian. Dan yang ditemui itu menyanggupi untuk membantu.

Setelah mendengarkan keterangan saksi Andrew Suryadi, Penasehat Hukum terdakwa menghadirkan saksi ahli hukum pidana Dr. Ahmad Sifian, SH, MA.

Ketua Majelis Hakim Windarto, SH bertanya; Hakim: Apa yang akan saksi ahli jelaskan didepan persidangan? Saksi Ahli: Saya akan menjelaskan tentang elemen hukum pidana terkait pasal 363 yang didakwakan Jaksa. Saya membaca dakwaan dari JPU.

Hakim: Jika demikian apakah pasal 363 yang didakwakan adalah pencurian sebagaimana dalam dakwaan? Saksi Ahli: Saya akan menjelaskan dulu terminologi pencurian. Pencurian adalah memindahkan barang dari suatu tempat ketempat lain dengan maksud untuk dikuasai, yang mana barang yang dipindahkan itu adalah milik orang lain. Ini adalah pidana umum.

Hakim: Nah, bagaimana pendapat ahli, jika kejadiannya seorang pelapor melaporkan pencurian atas penggunaan kartu kredit, padahal pelapor sendiri yang memasukkan nomor dan pin kartu kredit itu ke perangkat HP terlapor, dan pada suatu saat terlapor mengunakan Kartu Kredit dengan tanpa sengaja. Apakah itu pencurian?

Saksi Ahli: Tetapi terkait dengan terdakwa yang menggunakan Hpnya untuk transaksi yang mana nomor dan pin orang lain yang ada didalamnya, dipergunakan dan memanfaatkannya, itu perlu dibuktikan. Tetapi secara umum perbuatan itu termasuk perbuatan pencurian. Hanya saja, untuk membuktikan itu apakah suatu tindak pidana harus dibuktikan dengan adanya niat ataukah hanya kealpaan. Tetapi niat tanpa perbuatan bukanlah suatu tindak pidana. Dan untuk mengetahu ada niat jahat dari pelaku memanfaatkan Hpnya dengan fasilitas yang ada ke save di Hpnya, harus dibuktikan, sehingga perbuatannya itu dapat dibuktikan suatu tindak pidana. Jika ada kesadaran pelaku bahwa dia telah salah menggunakan dan kesadaran itu diikuti tindakan, maka hal itu menjadi petunjuk bahwa pelaku tidak berniat memanfaatkannya.

Hakim: Menurut saksi, terdakwa sudah mengembalikan uang yang sempat digunakan membeli tiket karena kesadarannya, apakah terdakwa ini dapat dihukum? Saksi Ahli: Urusan menghukum adalah kewenangan majelis melalui pertimbangan-pertimbangannya. Saya hanya menyampaikan keahlian saya terkait pasal 363. Karena ini berkaitan dengan perangkat electronic, maka untuk pembuktiannya harus juga dengan UU ITE. Karena pasal 363 adalah pasal perbuatan tindak pidana umum, tetapi jika menyangkut Perbankan dan penggunaan transaksinya adalah transaksi elektronik, maka harus menjuntokan dengan UU ITE, karena UU ITE adalah lex spesialis.

PH mengajukan pertanyaan. PH: Saudara saksi ahli, sesuai dengan Undang-undang Perbankan, kartu kredit itu milik siapa? Saksi Ahli: Milik Bank. PH: Jika terjadi transaksi ilegal dari kartu kredit itu, siapa yang dirugikan? Saksi Ahli: Yang dirugikan adalah dua pihak pemegang kartu dan pihak Bank yang mengeluarkan kartu kredit.

PH: Jika penggunaan kartu kredit sudah dikembalikan apakah masih ada yang dirugikan? Saksi Ahli: Pengembalian transaksi secara elektronik telah terjadi, maka pihak bank tidak lagi mengalami kerugian. PH: Apakah ketika pelaku mengembalikan uang yang terpakai, menjadi menghapus unsur kesengajaan? Saksi Ahli: Dilihat dari keinsafan dari si pelaku.

PH: Kenapa harus ada ultimum remedium di pidana? Saksi ahli: Jadi, pidana kan hukuman badan jadi sebisa mungkin bukan alternatif utama. Adanya ultimum remedium supaya penegak hukum punya pandangan bahwa penyelesaian masalah hukum tidak ditempuh melalui hukum pidana. thomson g










Suka berita ini ! Silahkan KLIK DISINI.
Masukan email anda untuk berlangganan berita terkini gratis

0 komentar :

Posting Komentar

Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.