Proyek Kemenhub Disinyalir Hamburkan Anggaran, Fungsi dan Peruntukan Tidak Jelas
SURABAYA, HR – Seiring dengan keluarnya Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan, yang termasuk dalam pilar kedua yaitu Jalan Yang Berkeselamatan, maka Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.
Alat pengukur kecepatan yang tidak berfungsi maksimal.
|
Adapun penetapan batas kecepatan tersebut ditetapkan secara nasional dan dinyatakan dengan rambu lalu lintas, yaitu paling rendah 60 km/jam dalam kondisi arus bebas, paling tinggi 100 km/jam untuk jalan bebas hambatan, paling tinggi 80 km/jam untuk jalan antar kota, paling tinggi 50 km/jam untuk kawasan perkotaan, dan paling tinggi 30 km/jam untuk kawasan permukiman.
Penerapan kecepatan yang telah ditetapkan tersebut sewaktu-sewaktu bisa berubah atas dasar pertimbangan berikut: frekuensi kecelakaan yang tinggi di jalan yang bersangkutan, perubahan kondisi permukaan jalan, geometri jalan, lingkungan sekitar jalan, serta usulan masyarakat melalui rapat forum lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkatan status jalan.
Untuk mengimplementasikan peraturan tersebut, pada Tahun Anggaran 2017 Kementerian Perhubungan melalui Satker Direktorat Pembinaan Keselamatan melaksanakan kegiatan lelang pemilihan langsung dengan nama paket pekerjaan Implementasi Penerapan Batas Kecepatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur Bagian Utara, HPS Rp. 2.945.411.042,-, dimenangkan oleh PT. Qumicon Indonesia dengan nilai penawaran Rp. 2.804.650.000,- (95%).
Dari hasil pengamatan HR (09/12) dilokasi penempatan/pemasangan rambu lalu lintas dan alat pengukur kecepatan laju kendaraan bermotor dikawasan Jalan Nasional Kabupaten Pasuruan, alat pendeteksi kecepatan laju kendaraan bermotor diketahui tidak berfungsi maksimal, dimana pada saat kendaraan melewati alat pendeteksi, alat tersebut tidak selalu mengeluarkan informasi kecepatan (angka digital,red.) km/jam kendaraan yg melintas.
Di kawasan jalan tersebut, HR juga mengetahui bahwa batas kecepatan maksimal adalah 40 km/jam, hal tersebut terlihat dari tulisan pemberitahuan di rambu-rambu peringatan yang ditempatkan 150 meter sebelum alat pengukur kecepatan. Tetapi anehya, dari hasil pengamatan HR sekitar 10 menit di kawasan tersebut, kendaraan bermotor rata-rata melaju dengan kecepatan diatas 40 km/jam, angka tersebut didapat HR dari informasi yang dikeluarkan oleh alat pengukur kecepatan laju kendaraan yang terpasang melintang diatas jalan Nasional Kabupaten Pasuruan.
Beberapa warga yang tinggal di sekitar lokasi sempat mendatangi dan menanyakan ke HR apa sebenarnya fungsi alat tersebut. Seakan tidak puas dengan keterangan yg diberikan HR, salah satu warga yang tidak mau namanya dikorankan bertanya lagi, “kalau memang alat itu untuk mengukur kecepatan laju kendaraan, berarti yang melewati batas kecepatan yang ditentukan akan ditilang ya ?’’, tanyanya ke HR dengan mimik sedikit bingung.
Untuk memastikan apa sebenarnya tujuan alat tersebut dipasang di ruas jalan Nasional Kabupaten Pasuruan, HR berusaha konfirmasi ke Dinas Perhubungan Jatim utuk mendapatkan informasi yang akurat. Sayangnya sumber HR yang ada di Dishub Jatim tidak berani memberikan statement dengan alasan proyek tersebut punya Kementerian Perhubungan.
Dari kacamata HR sendiri, alat yang terpasang tersebut rasanya hanya membuang-buang anggaran saja, dimana tidak jelas apa tujuannya, karena apabila hanya memberitahukan kepada pengendara kendaraan bermotor bahwa di kawasan tersebut batas maksimal kecepatan mengemudi 40 km/jam, rasanya cukup dengan papan rambu peringatan saja dan tidak perlu memakai alat yang cukup mahal yang ujung–ujungnya mubazir. ian
0 komentar :
Posting Komentar
Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.