Breaking News
Senin, 21 Maret 2016

SPBU Culas, Pertamina Tutup Mata

MAKASSAR, HR – Pengawasan terhadap distribusi dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mutlak dilakukan oleh semua pihak, mengingat BBM bagian dari kebutuhan masyarakat. Demikian pula aturan dan sanksi harus ditegakkan. Negara berdasarkan amanah UUD’45 dan turunannya dalam hal ini Pertamina sebagai perpanjangan tangan negara mempunyai tugas dan tanggungjawab mengupayakan dan mengelola kebutuhan masyarakat tersebut. Pertamina, sejatinya tidak sekedar mendistribusikan BBM sampai ke SPBU saja tapi harus melakukan pengawasan melekat terkait distribusi, penggunaan maupun harga di SPBU hingga ke pelosok.

Kiri: Harga pertamax Rp9.850 di SPBU Nomor 74-915-58 yang berada 
di Simbuang/Karema Kota Mamuju Sulbar. 
Kanan: Harga pertamax Rp9.100 
pada salah satu SPBU di Kota Makassar.
  
Humas Pertamina di Jalan Garuda, Makassar, beralasan kalau tugas mereka hanya sampai di ujung nosel setiap tangki SPBU. Mereka lupa kalau pengawasan dan pemberian sanksi juga merupakan tugasnya. Masyarakat (dengan fungsinya mengawasi penggunaan BBM) yang melaporkan penyimpangan harus didengar, ditindak lanjuti Pertamina. Ataupun ketika Pertamina menemukan terjadi pelanggaran yang dilakukan SPBU harus bisa mengambil sikap, baik teguran tertulis maupun pemberian saksi pemutusan kerja sama. Pertanyaan seperti apakah pihak Pertamina sudah melakukan pengawasan dan pemberian sanksi bagi pelanggar, harus dijawab Pertamina dengan transparan. Karena masyarakat menilai kalau selama ini Pertamina hanya duduk manis di kantor menikmati fasilitas yang dibiayai oleh rakyat.

Dari hasil pemantauan Tim Investigasi HR pada SPBU di Sulbar, area pengawasan SR III, ditemukan banyak terjadi kecurangan. Bentuknya bermacam – macam mulai dari pengurangan takaran (liter), penjualan melalui jerigen, hingga harga yang berbeda untuk tiap liternya pada BBM jenis Pertamax. Menurut tim investigasi, kejadian tersebut sudah lama berlangsung.

Kiri: SPBU di Majene No 74-914-03. 
Kanan: SPBU Simbuang/Karema No 74-915-58 
Terkait pengurangan takaran dalam satuan liter, seorang narasumber yang pernah bekerja di salah satu unit SPBU, menyebutkan bahwa mengurangi takaran untuk tiap liternya bisa dilakukan. “Hanya diatur di mesin penghitung literan pada unit pompa BBM,” ujarnya. Menurutnya, praktek pengurangan takaran dalam setiap liternya sudah lama terjadi dan itu melalui order (permintaan/perintah) pemilik SPBU. Umumnya, kata dia, pelanggan tidak mengetahui hal tersebut.

Penjualan BBM ke jerigen berakibat SPBU kekurangan stok. Imbasnya, terjadi antrian kendaraan di SPBU. Seperti di SPBU wilayah Polman, Majene, Mamuju. Anehnya, disekitar area SPBU berjejer penjual BBM botolan. Harganya tentu diatas harga SPBU. Berbagai alasan dan trik dilakukan oleh pihak SPBU dan para pembeli melalui jerigen. Mereka tidak lagi mengacu pada peraturan yang ada. Bagi SPBU, yang penting profit berlipat ganda tanpa mementingkan konsumen atau masyarakat. Ada pengakuan pembeli yang menggunakan jerigen kalau mereka dilayani melalui jerigen karena ada setoran tertentu.

Menariknya lagi, hasil investigasi HR, menemukan fakta bahwa pihak rekanan atau kontraktor juga mengambil BBM untuk kegiatan mereka di SPBU. Padahal BBM tersebut untuk masyarakat karena disubsidi oleh pemerintah bukan untuk kegiatan industri.

Culasnya pengelola SPBU dalam bentuk pengurangan takaran dan penjualan BBM melalui jerigen dapat ditemukan di setiap SPBU pada area pengawasan SR III sepanjang wilayah Sulbar. Hal serupa kejadian pula di SPBU Rangas dan SPBU Karema/Simbuang di Mamuju. Parahnya, harga BBM jenis Pertamax dibandrol dengan harga Rp9.850. Padahal, untuk BBM jenis sama di Makassar dijual dengan harga Rp9.100. Ada selisih sebesar Rp 750/liter. Bila dikalikan dengan ribuan liter, angkanya fantastis.

Masyarakat menilai selama ini Pertamina sangat lembut seperti busa sabun deterjen terhadap para pengelola SPBU. Sehingga keculasan demi keculasan terus terjadi. Padahal mereka dibiayai dan digaji oleh uang rakyat. Menyikapi kondisi tersebut, khalayak bertanya dimana Pertamina, polisi dan YLKI, apakah Sulbar bukan wilayah Indonesia, apakah perbedaan harga Sulsel dan Sulbar sah menurut aturan? Mereka meminta Pertamina jangan tutup mata atau pura-pura tutup mata melihat kondisi yang terjadi. Atau jangan-jangan??? tanya masyarakat lagi yang jawabanya, hanya Tuhan dan SPBU yang tahu. rangga


Suka berita ini ! Silahkan KLIK DISINI.
Masukan email anda untuk berlangganan berita terkini gratis

0 komentar :

Posting Komentar

Sebaiknya anda berkomentar dengan bijak. DILARANG berkomentar berbau sex, sara, dan lainnya yang melanggar hukum.